Wednesday, 28 March 2012

Daun-daun gugur kemerahan, basah di ambang sejuknya musim. Tak lama lagi akan mati dan entah bila akan muncul hidup yang baru. Setelah mati dan kekeringan dalam tidur sang musim.

Angin berhembus dingin ke atas rimbun daun-daun mati, memenggal mereka dari tangkainya dan menguburnya bersama ribuan dedaunan lain yang telah berubah warna, merah, jingga, abu dan hilang. Hilang bersama musim.

Daun-daun terbang kehilangan nyawa, bersiap menuju pembaringan terakhir bersama nyawa ribuan, jutaan daun lain yang telah habis masanya tuk bersuka bersama burung, tupai, ulat, serangga, dan aku.

Tapi tika ini begitu dingin dan tak bernyawa, seperti pelita yang kehabisan minyak untuk nyalakan dian yang ia dirikan atas kesedarannya. Alam ini sedang tak bernyawa, dan resah. Resah dalam tidur yang menjelang tak lama lagi.
Matahari telah lama masuk ke peraduan dan bayu mulai bernyanyi kecil dengan awan-awan mendung. Belum ada tangis, belum ada rintik. Tapi alam sudah tergeletak bersama kantuk tak terperi. Begitu juga aku. Kantukku tak terperi. Tubuh ini sudah begitu lelah.
Sudah begitu lelah. Di sini, di sana. Di mana-mana kurasa kaku dan letih yang mengakar di tangan dan kakiku. Letih merambat ke fikiran dan meracuni sedarku, ingin membuatnya hilang dalam mimpi.


Hidup ini seperti pacuan kuda yang memiliki jalur berliku-liku dan jalan yang tak jelas berakhir di mana. Jalan di mana yang berbatu, berlubang, dan memiliki rintangan tak ada yang tahu. Dan aku harus lalui, kita harus lalui. Bila kita tidak begitu letih dan merelakan diri dalam lara yang menyiksa.

Saat ini kurasa letih, dan letihku menyiksa, dengan angan yang entah sudah terbang ke mimpi mana yang tak kubayangkan sebelumnya. Letih ini mengajakku beristirehat dan menghentikan perjalanan. Aku tahu pacuan ini masih jauh dari selesai dan jalanku masih berliku-liku. Kuda-kuda lain masih berlarian di belakang, ada yang melewatiku. Ada yang sudah terbaring tak bernyawa.

Bayu masih bertiup lembut dalam gelap sangka yang bermusim…terkadang lembut dan terkadang begitu menggila… Dan daun-daun pun mati hilang dalam pelukan musim. Gugur dan hilang.
Waktu sudah terjaga saat aku membuka mata dan saat tirai kubuka hanya ada langit yang menghitam dengan kesedihan tak terkatakan bermain di ujung mata ini. Aku mengira-ngira, siapakah yang bersedih hari ini sekiranya sampai-sampai langitpun tak mampu bersinar dengan cerah, memancarkan senyum mengembang seperti kemarin. 

tuan...   Tuhan ku inginkan secebis harapan hanya padamu ku serahkan, apakah kan ada ketulusan jiwa yang menilai ku seadanya.... 

No comments: