Wednesday, 28 March 2012

lena ya sayang...

lena ya sayang.... 
"tudung periuk pandai menari
tarianlah anak putera mahkota
kainlah yang buruk berikan kami
buat menyapu si airlah mata...." 

tuan.... kain berganti kain... luka...cepatlah mengering! 
Daun-daun gugur kemerahan, basah di ambang sejuknya musim. Tak lama lagi akan mati dan entah bila akan muncul hidup yang baru. Setelah mati dan kekeringan dalam tidur sang musim.

Angin berhembus dingin ke atas rimbun daun-daun mati, memenggal mereka dari tangkainya dan menguburnya bersama ribuan dedaunan lain yang telah berubah warna, merah, jingga, abu dan hilang. Hilang bersama musim.

Daun-daun terbang kehilangan nyawa, bersiap menuju pembaringan terakhir bersama nyawa ribuan, jutaan daun lain yang telah habis masanya tuk bersuka bersama burung, tupai, ulat, serangga, dan aku.

Tapi tika ini begitu dingin dan tak bernyawa, seperti pelita yang kehabisan minyak untuk nyalakan dian yang ia dirikan atas kesedarannya. Alam ini sedang tak bernyawa, dan resah. Resah dalam tidur yang menjelang tak lama lagi.
Matahari telah lama masuk ke peraduan dan bayu mulai bernyanyi kecil dengan awan-awan mendung. Belum ada tangis, belum ada rintik. Tapi alam sudah tergeletak bersama kantuk tak terperi. Begitu juga aku. Kantukku tak terperi. Tubuh ini sudah begitu lelah.
Sudah begitu lelah. Di sini, di sana. Di mana-mana kurasa kaku dan letih yang mengakar di tangan dan kakiku. Letih merambat ke fikiran dan meracuni sedarku, ingin membuatnya hilang dalam mimpi.


Hidup ini seperti pacuan kuda yang memiliki jalur berliku-liku dan jalan yang tak jelas berakhir di mana. Jalan di mana yang berbatu, berlubang, dan memiliki rintangan tak ada yang tahu. Dan aku harus lalui, kita harus lalui. Bila kita tidak begitu letih dan merelakan diri dalam lara yang menyiksa.

Saat ini kurasa letih, dan letihku menyiksa, dengan angan yang entah sudah terbang ke mimpi mana yang tak kubayangkan sebelumnya. Letih ini mengajakku beristirehat dan menghentikan perjalanan. Aku tahu pacuan ini masih jauh dari selesai dan jalanku masih berliku-liku. Kuda-kuda lain masih berlarian di belakang, ada yang melewatiku. Ada yang sudah terbaring tak bernyawa.

Bayu masih bertiup lembut dalam gelap sangka yang bermusim…terkadang lembut dan terkadang begitu menggila… Dan daun-daun pun mati hilang dalam pelukan musim. Gugur dan hilang.
Waktu sudah terjaga saat aku membuka mata dan saat tirai kubuka hanya ada langit yang menghitam dengan kesedihan tak terkatakan bermain di ujung mata ini. Aku mengira-ngira, siapakah yang bersedih hari ini sekiranya sampai-sampai langitpun tak mampu bersinar dengan cerah, memancarkan senyum mengembang seperti kemarin. 

tuan...   Tuhan ku inginkan secebis harapan hanya padamu ku serahkan, apakah kan ada ketulusan jiwa yang menilai ku seadanya.... 
Jadilah engkau seperti kupu-kupu, ringan perawakan, indah dipandang, sedikit bergantung pada yang lain, terbang dari satu bunga ke bunga yang lain, dari satu tangkai ke tangkai yang lain dan dari satu taman ke taman yang lain.

Atau jadilah seperti lebah, makan dari yang baik dan mengeluarkan yang baik. Bila hinggap pada ranting, ia tidak mematahkannya, menghisap sari bunga tanpa menyengatnya, mengeluarkan madu tanpa menyengat, terbang dengan membawa kecintaan, dan hinggap dengan membawa kasih sayang. Ia mempunyai suara dengungan bagaikan berita gembira dan suara desingan bagaikan ungkapan kepuasan, seakan-akan ia bagaikan malaikat yang ada di langit turun ke bumi dari alam yang kekal.


tuan... lorong berdebu...bunga-bunga layu...lalang yang menutup jalan.. lama sungguh taman itu di tinggalkan. 
ada apa?
entahlah!  

Monday, 19 March 2012

cubalah tuan

nak cuba lelapkan mata...
lena ya sayang!  

3.15am  

sudilah berbagi

ombak laut biru ombak pelumat pilu
buka mulutmu telanlah beta
oh buka mulutmu telanlah beta

gunalah apa beta hidup sendiri
sedang semua melepaskan diri, memilih pergi
kekasih tak ada anakpun tiada
hanya luka mendepa dada

ombak laut biru ombak pelarung pilu
buka mulutmu telanlah beta, oh telanlah beta
biar garam seluruh airmata


3.08am@1932012


tuan..... kirimkan butir-butir bintang dari matamu biar terang ruang di jiwa sebelum nadi terlanjur mati ... hidup ini terlampau ngeri jika di hela seorang diri, sudilah berbagi. 

ya ayuhai jiwa....

2.20@monday 19mar

salam.... lama tuan tidak menjejakkan tapak maus ke taman tuan ini... sakit yang tak berkesudahan terlalu banyak jadi terbuang... ada satu ketika tuan sendiri 'terasa patah jiwa' bila nyawa tuan terpaksa di bawa pergi ke tangan lain.  berat sungguh hati ini hendak melepaskannya 'pergi'... tetapi demi kelansungan hidup tuan terpaksa relakan... tetapi BENARLAH DIA itu tidak pernah tidak 'melihat', alhamdulillah sungguh sesuatu yang tuan tidak pernah terduga didatangnya rezki....alhamdulillah yaAllah...sungguh mulia hatimu..

dan dipagi yang hening dan sunyi ini saat semua mata pejam terlena.. ketukan pertama bergema dari segenap ruang bilik ini.... mata tak mau lena...resah..susah... tuan usap jiwa yang mulus ini sambil mencari jiwa yang menghidupkannya...

lantas inilah hasilnya yang tercanting....

lama terpaku memerhati...apa yang harus tuan coret...mulanya jiwa terasa kosong perasaan melayang-layang seperti orang mabuk pinang dara...tetapi demi menghargai segenap kasih yang tercurah... patah sayap bertongkat paruh namun tuan tidak cuba untuk berputus asa....

jangan resah gelisah
bersangka hati
kebiruan lautan
dalamnya tak terselam
inikan pula
hati seorang manusia

jangan gundah gulana
menyangka rasa
mendung gelap di langit
tak tentu hujan ribut
begitu juga
rasa seorang pencinta

dalam membina kasih
bersabar jiwa
puncak gunung tertingi
sukar hendak ditawan
apatah lagi
jiwa seorang kekasih.

tuan..... serikan semula mahligai hati yang lara..berikan ku cinta sembuhkanlah luka lama...